Subak sebagai warisan budaya Tri Hita Karana di Provinsi Bali

Lanskap budaya Bali mencakup lima wilayah sawah terasering dan pura air. Pura-pura ini merupakan pusat dari sistem pengelolaan air subak yang telah ada sejak abad ke-9. Salah satu tempatnya adalah Pura Taman Ayun, sebuah Pura dari abad ke-17 yang merupakan salah satu yang terbesar dan megah di Bali. Sistem subak mencerminkan filosofi Tri Hita Karana, yang menghubungkan alam spiritual, dunia manusia, dan lingkungan, yang berkembang melalui interaksi budaya antara Bali dan India selama dua dekade terakhir. Praktik pertanian subak yang demokratis telah menjadikan masyarakat Bali sebagai petani padi yang produktif meski berada di pulau vulkanik yang padat penduduk.

Bentang alam Bali didominasi oleh rangkaian gunung berapi yang menyediakan tanah subur dan iklim panas dan lembab yang cocok untuk pertanian. Air dari sungai dialirkan untuk mengairi persawahan di dataran rendah dan dataran tinggi pegunungan.

Padi, air yang menyokongnya, dan sistem subak telah membentuk lanskap dan kehidupan keagamaan Bali selama seribu tahun terakhir. Padi dianggap sebagai pemberian Tuhan, dan subak merupakan bagian integral dari budaya. Air dari mata air dan kanal mengalir melalui pura dan sawah, menjadikan pura air sebagai pusat pengelolaan air oleh kelompok subak. Sejak abad ke-11, jaringan pura air telah mengelola ekologi sawah di seluruh wilayah perairan, menghadapi tantangan dalam mendukung populasi padat di pulau ini.

Sistem subak mencerminkan prinsip Tri Hita Karana, yang menghubungkan alam spiritual, dunia manusia, dan lingkungan. Ritual di Pura Air membantu menciptakan hubungan yang harmonis antara manusia dan lingkungan.

Bali memiliki sekitar 1.200 asosiasi subak, dengan 50 hingga 400 petani mengelola pasokan air dari satu sumber. Lokasi ini mencerminkan komponen alami, religius, dan budaya dari sistem subak tradisional. Petani masih menanam padi tradisional tanpa pupuk atau pestisida, dan lanskap memiliki makna sakral.

Lokasi-lokasi tersebut meliputi Pura Ulun Danu Batur di tepi Danau Batur, Kawasan Subak Pakerisan sebagai sistem irigasi tertua, Kawasan Subak Catur Angga Batukaru dengan teras dari abad ke-10, dan Pura Taman Ayun sebagai pura air kerajaan terbesar. Komponen subak meliputi hutan, sawah bertingkat, kanal, bendungan, desa, dan kuil yang menandai jalur air untuk mengairi lahan subak.

Perlindungan dan Pengelolaan

Kerangka hukum untuk melindungi tempat-tempat ini ditetapkan melalui Dekrit Provinsi tahun 2008 dan Memorandum of Understanding antara Pemerintah Bali dan Kabupaten-Kabupaten Bali. Sebagian besar subak memiliki kode hukum awig-awig yang mengatur pengelolaan subak dan pelestarian budaya. Rencana Pengelolaan telah disetujui oleh Pemerintah Provinsi Bali, yang menetapkan sistem pengelolaan untuk mempertahankan praktik tradisional dan menghindari pembangunan yang tidak sesuai. Peraturan Gubernur Bali Nomor 32 Tahun 2010, menyetujui pembentukan Majelis Pengelola Warisan Budaya Bali, yang mencakup perwakilan dari berbagai departemen pemerintah dan anggota komunitas subak untuk bersama-sama mengelola tempat-tempat ini.

Informasi Lebih Lanjut

Sedang mencari solusi untuk melestarikan atau ingin berkontribusi melestarikan warisan budaya? Hubungi kami dan jelajahi potensi kolaborasi menarik!

Kontak Kami