Di tahun 2023, Pemerintah Kabupaten Tabanan di Bali memulai upaya rehabilitasi jaringan irigasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Tukad Yeh Hoo. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi irigasi dan produktivitas pertanian, serta memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan dan budaya lokal. Salah satu area yang mendapatkan perhatian khusus dalam proyek ini adalah Jatiluwih, sebuah desa yang terkenal dengan lanskap sawah terasering yang menakjubkan dan sistem irigasi tradisional yang disebut subak.
Subak sendiri berpegang pada filosofi “Paras-paros sarpa naya selulung subayan taka,” yang berarti ‘saling memberi dan menerima/berat sama dipikul ringan sama dijinjing,’ mengutamakan semangat gotong royong dalam pengelolaannya. Filosofi lain yang menjadi dasar subak adalah tri hita karana atau 'tiga sumber kebahagiaan,' yang mencakup Tuhan, manusia, dan alam. Oleh karena itu, sistem irigasi subak yang telah diterapkan sejak abad ke-11 selalu mencerminkan identitas masyarakat Bali yang menekankan keharmonisan antara Tuhan, manusia, dan alam.
Jatiluwih adalah sebuah kawasan yang terkenal dengan sistem subak, sistem irigasi tradisional Bali yang diakui sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO. Terletak di Kabupaten Tabanan, Jatiluwih merupakan salah satu contoh terbaik dari lanskap persawahan terasering yang sangat indah dan mempesona. Selain berfungsi sebagai metode irigasi, subak di Jatiluwih juga mencerminkan harmoni antara manusia dan alam, serta merupakan warisan budaya yang diwariskan secara turun-temurun. Sistem subak ini menunjukkan bagaimana masyarakat Bali secara kolektif mengelola sumber daya air untuk pertanian, menciptakan keseimbangan antara kebutuhan manusia dan pelestarian lingkungan.
Sebagai bagian dari upaya mempromosikan pariwisata lokal, beberapa tempat di sekitar DAS Tukad Yeh Hoo dikembangkan menjadi area rekreasi dan spot foto. Salah satu yang menjadi sorotan adalah monumen yang menandai pengakuan UNESCO terhadap sistem subak. Monumen ini dirancang sebagai spot foto yang menarik, menggabungkan elemen tradisional dan modern yang memukau pengunjung.
Selain itu, proyek ini juga mencakup peningkatan infrastruktur desa. Bangunan uma (kubu) juga diperbaiki untuk meningkatkan daya tarik desa sebagai destinasi wisata budaya. Di tengah hamparan sawah yang hijau, sebuah tugu bernama Tugu Uluncarik didirikan sebagai simbol penghormatan kepada leluhur yang telah mengembangkan dan merawat sistem irigasi ini selama berabad-abad. Tugu ini juga menjadi tempat upacara adat yang mengundang wisatawan untuk menyaksikan dan memahami lebih dalam budaya lokal.
Proyek ini tidak hanya memberikan manfaat bagi pertanian tetapi juga berdampak positif pada ekonomi lokal. Dengan infrastruktur yang lebih baik dan daya tarik wisata yang meningkat, desa-desa di jatiluwih sekitar DAS Tukad Yeh Hoo mengalami peningkatan kunjungan wisatawan. Hal ini membuka peluang usaha baru bagi penduduk lokal, seperti homestay, warung makan, dan jasa pemandu wisata.
Rehabilitasi Jaringan Irigasi DAS Tukad Yeh Hoo di Tabanan, Bali, merupakan proyek yang menggabungkan modernisasi dengan pelestarian budaya. Dengan perbaikan infrastruktur irigasi, peningkatan spot wisata, dan penghormatan terhadap warisan budaya, proyek ini diharapkan dapat menjaga keberlanjutan pertanian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Keberhasilan proyek ini menjadi contoh bagaimana pembangunan dapat berjalan seiring dengan pelestarian nilai-nilai tradisional yang berharga.